MEDANDAILY - Di teras rumah sederhana di Aceh Singkil, seorang ibu muda duduk sambil menggoreng pisang dan menyiapkan minuman seribu rupiah. Namanya Melda Safitri (33). Dari hasil jualan kecil inilah ia kini menghidupi dua anaknya, setelah diceraikan suaminya — hanya dua hari sebelum sang suami dilantik sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Kisah Fitri menjadi viral di media sosial dan mengundang simpati publik. Bukan hanya karena waktu perceraian yang berdekatan dengan pelantikan, tapi juga karena Fitri selama ini ikut berjuang membiayai dan mendukung sang suami sejak awal proses seleksi hingga ia berhasil lulus PPPK.
“Saya yang belikan baju Korpri-nya”
Dengan suara lirih, Fitri menceritakan awal mula perpisahan mereka. Semua bermula dari pertengkaran kecil di dapur, hanya karena tidak ada lauk di meja makan.
“Hari itu tanggal 14 Agustus. Dia pulang kerja sore, marah karena tidak ada lauk. Padahal, uang belanja saja tidak ada,” kenangnya.
Pertengkaran itu berubah menjadi percekcokan besar. Fitri mengaku hanya menegur suaminya yang terus memancing emosi. Namun malam itu, sang suami malah pergi, dan keesokan harinya, ia langsung mengucapkan kata cerai.
“Dia langsung bilang ke saya: ‘Kamu Fitri, saya ceraikan satu, dua, tiga,’ lalu pergi membawa bajunya,” ujarnya dengan mata berkaca.
Tiga hari setelah kejadian itu, tepatnya 18 Agustus 2025, sang suami resmi dilantik menjadi PPPK.
Dan di situlah, kisah pilu Fitri dimulai.
Yang membuat hatinya semakin hancur, baju dan atribut Korpri yang dikenakan sang suami saat pelantikan itu justru hasil jerih payah Fitri sendiri.
“Dia pesan baju itu di Shopee, tapi saya yang bayar. Uangnya dari hasil jual sayur dan gorengan. Saya bantu dia dari nol, dari belum kerja sampai bisa jadi PPPK, tapi justru ditinggal,” ucapnya pelan.
“Begitu dapat rezeki, saya ditinggal”
Fitri yakin, perceraian itu bukan sekadar karena pertengkaran rumah tangga. Ia percaya, keputusan suaminya berpisah berkaitan dengan perubahan sikap setelah diterima sebagai PPPK.
“Begitu dikasih Allah rezeki, dia malah ceraikan saya. Kalau memang mau cerai, kenapa tidak dari dulu?” katanya.
Kini, dua bulan pasca perceraian, Fitri masih bertahan dengan menjual gorengan dan minuman murah di depan rumah. Ia mengaku tidak malu, meski harus memulai hidup dari awal.
“Saya tidak malu. Saya cuma ingin dihargai. Saya bukan istri yang minta lebih, saya cuma ingin dihormati sebagai perempuan yang sudah berjuang,” tuturnya tegar.
Ditinggalkan, tapi tidak menyerah
Dalam perjalanan rumah tangganya, Fitri sempat melalui masa sulit. Pernikahannya tak direstui oleh mertua, bahkan sering disebut “membudakkan” anak laki-laki mereka. Namun Fitri tetap bertahan demi cinta dan keluarga kecilnya.
Kini, setelah semua yang terjadi, ia memilih untuk tidak menoleh ke belakang.
“Kalau pun dia mau kembali, saya tidak akan terima lagi. Saya sudah cukup disakiti,” ucapnya mantap.
Dukungan terus berdatangan
Kisah Fitri menuai simpati luas. Salah satunya datang dari Gerakan Nasional Perlindungan Perempuan dan Anak (Gernas PPA) yang menyatakan siap memberi pendampingan hukum dan psikologis.
“Kami akan pastikan Ibu Fitri dan anak-anaknya mendapat keadilan. Tidak boleh ada perempuan yang ditinggalkan setelah berjuang dari nol hanya karena pasangannya merasa sudah mapan,” ujar Rica Parlina, Wakil Ketua Umum Gernas PPA.
Fitri kini menjadi simbol keteguhan perempuan sederhana — yang meski disakiti, tetap berdiri dengan kepala tegak.
“Saya mungkin tidak punya apa-apa, tapi saya punya harga diri,” ucap Fitri pelan, menutup kisahnya.
.jpg)
Posting Komentar untuk "Baru Dapat SK PPPK, Suami Ini Malah Ceraikan Istri Penjual Sayur — Fitri: ‘Saya Belikan Bajunya dari Hasil Jual Cabe!"