Seorang pria bernama Utema Zega (48) warga Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang, berprofesi pedagang daging babi di salah satu pasar Kota Medan diduga menjadi korban penipuan modus bisa meluluskan menjadi calon siswa (Casis) Bintara Polri.
Terduga pelakunya ialah Aiptu Amori Bate'e, personel Brigade Mobile (Brimob) Polda Sumut.
Utema mengalami kerugian sebesar Rp 600 juta, namun anaknya berinisial SO (19) tidak lolos menjadi Bintara Polri.
Karena merasa tertipu, Utema pun melaporkan oknum Polisi tersebut ke Bidang Profesi dan Pengamanan (Bid Propam Polda Sumut, tertuang dalam laporan SPSP2/96/V/2025/Subbagyanduan tertanggal 22 Mei 2025.
Utema mengatakan, dugaan penipuan modus masuk ke Bintara Polri bermula pada awal tahun 2024, ketika ia ngobrol dengan temannya yang merupakan pengurus gereja.
Ia menanyakan kepada rekannya tentang 3 anak pengurus gereja bisa lulus menjadi personel Polisi.
Kemudian, rekannya mengatakan kalau untuk meluluskan 3 anaknya menjadi Polisi melalui calo, yang merupakan personel di Brimob Polda Sumut.
Lantas kawannya itu memperkenalkan Utema kepada Aiptu Amori Bate'e, personel yang disebut bisa meluluskan 3 anaknya.
Tak lama kemudian, Utema bertemu dengan Aiptu Amori Bate'e di salah satu supermarket di Kota Medan, dan bertukar nomor handphone.
Di sini korban menanyakan bagaimana jika anaknya berinisial SO yang saat itu berusia 18 tahun dilatih fisiknya oleh Amori Bate'e agar bisa lulus menjadi personel Polisi.
"Lalu, kami komunikasi bagaimana kalau bapak melatih fisik anak saya. Kami sepakat bapak itu melatih fisik anak kami,"ungkapnya ditemui di Polda Sumut, Kamis (22/5/2025).
Pada bulan Februari 2024, korban mengetahui adanya penerimaan calon siswa (Casis) Bintara Polri dan mengubungi personel Polisi tersebut menanyakan bagaimana soal anaknya.
Kemudian, dijawab personel Brimob tunggu sekitar seminggu lagi ia akan memberikan masukan.
Sepekan kemudian, lanjut Utema, Aiptu Amori Bate'e menghubunginya dan bilang anaknya tak bisa ikut pencalonan Bintara Polri jalur reguler.
Kemudian Amori disebut menawarkan kepada Utema supaya anaknya masuk melalui jalur khusus.
Bukan gratis, melainkan Utema harus membayar uang sebesar Rp 600 juta supaya anaknya mendapat kuota khusus.
Mendengar hal itu, Utema gak langsung mengiyakan. Ia bilang ke Amori harus konsultasi dahulu dengan istri dan keluarga yang lainnya.
"Anak saya gak bisa masuk melalui jalur reguler sehingga akan dimasukkan ke dalam kuota khusus Polda Sumut biayanya 600 juta."
Dua hari setelah itu, Utema dan istrinya setuju dengan tawaran Amori Bate'e, yakni mau memberikan uang sebesar Rp 600 juta.
Namun ia sempat menanyakan, bagaimana jika uang sudah diberikan kepada Amori sebesar Rp 600 juta, tetapi anaknya tidak lulus.
Kemudian, Amori Bate'e disebut berjanji akan mengembalikan keseluruhan uang yang diberikan tanpa dikurangi 1 rupiah pun.
Mendengar janji manis uang akan dikembalikan jika tak lulus, Utema akhirnya menyetujui.
"Uang 100 persen kembali. Tanpa 1 sen dikurangi,"katanya menirukan ucapan personel Polisi.
"Karena saya percaya, mana mungkin berani Polisi melakukan ini apalagi dilengkapi kwitansi,"sambungnya.
Tepatnya 22 April 2024, Utema bersama istrinya mengendarai mobil bertemu dengan personel Brimob tersebut di lapangan Gajah Mada Medan untuk menyerahkan uang.
Disini Aiptu Amori juga membawa istrinya di dalam mobilnya.
Tidak langsung bertemu tatap muka.
Mereka sempat berkomunikasi melalui telepon hingga akhirnya oknum Polisi tersebut turun dari mobilnya, membawa kwitansi, materai menemui Utema yang berada di dalam mobil.
Disinilah kwitansi diisi dan ditandatangani, lalu Aiptu Amori balik lagi ke mobilnya.
Setelah itu, istri Utema membawa uang tunai sebesar Rp 300 juta turun dari mobil mendatangi mobil personel Polisi tersebut menyerahkan uang ke istri Aiptu Amori Bate'e.
"Dia keluar, masuk ke mobilnya. Istri saya yang mengantar uang ke mobilnya, tepat ke istri."
Hampir sebulan kemudian, tepatnya 21 Mei 2025, transaksi kedua terjadi.
Utema diminta Aiptu Amori mengirim kembali uang sebesar Rp 300 juta, sisa dari kesepakatan Rp 600 juta.
Lalu Utema menurutinya dan mentransfer uang ke rekening bank BRI atas nama istri Aiptu Amori bernama Kristin Muliany Zebua M.PD.
Setelah uang ditransfer, Aiptu Amori meyakinkan Utema kalau nomor pendaftaran anaknya untuk menjadi Bintara Polri aman.
"Tenang, pak. Sudah dijamin anak kita menang,"tirunya mengulang ucapan personel Polisi.
Tak lama kemudian muncul hasil pemeriksaan kesehatan atau Rikkes 1, dan anaknya dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS).
Kemudian Aiptu Amori disebut berusaha menenangkan mereka dan bilang memang begitu, kalau masuk Bintara Polri melalui kuota khusus.
"Katanya, tenang pak, gak sama reguler dengan kuota khusus."
Pada bulan Juli 2024, saat pengumuman nama-nama calon siswa (Casis) yang lulus dan akan diberangkatkan pendidikan ke SPN Hinai, Langkat pada pemantauan akhir (Pantukhir) ternyata nama anak korban tidak tercantum.
Kemudian ketika ditanya ke Aiptu Amori, menjawab hal yang sama, ada perbedaan antara masuk melalui jalur reguler dengan kuota khusus.
Katanya, anak Utema akan berangkat sepekan kemudian, setelah casis jalur reguler mengikuti pendidikan di sekolah polisi negara (SPN) Polda Sumut.
Mendengar hal itu, Utema dan istrinya kembali mempercayai ucapan Aiptu Amori.
Sepekan kemudian, Utema kembali menanyakan kepada Aiptu Amori kapan anaknya akan diberangkatkan seperti yang dijanjikan sebelumnya.
Kemudian, Aiptu Amori membawa anak Utema berinisial SO (18) ke sebuah toko perlengkapan calon Polisi untuk membeli berbagai jenis pakaian untuk persiapan diberangkatkan ke sekolah polisi negara (SPN).
Selain itu, Aiptu Amori Bate'e juga meminta agar SO (18) dibelikan handphone baru.
Kemudian, SO disuruh pangkas botak dengan dalih akan segera ikut pendidikan menyusul rekannya.
Disini total belanjaan pakaian dan handphone diminta ke Utema sebesar Rp 8 juta.
"Setelah atribut dibeli. Casis disuruh pangkas botak."
Usai belanja perlengkapan dan anak korban pangkas rambut, ternyata tidak jadi diberangkatkan.
Kali ini alasannya di sekolah polisi negara (SPN) sedang sibuk persiapan 17 Agustus, sehingga diundur, dan keberangkatan akan dilakukan setelahnya.
Di tanggal 24 Agustus, Aiptu Amori akhirnya menyatakan akan membawa anak korban ke sekolah polisi negara (SPN).
Namun, sebelum berangkat ke sekolah polisi negara (SPN) SO (18) harus dikarantina terlebih dahulu di sebuah apartemen di Jalan dr Mansyur Medan.
Untuk biaya karantina, Aiptu Amori kembali meminta kepada Utema sebesar Rp 6 juta.
Kurang lebih selama 3 Minggu anaknya berada di apartemen, tak kunjung diberangkatkan ke sekolah polisi negara (SPN) Langkat, Utema mulai curiga dibohongi.
Akhirnya ia dan istrinya datang ke apartemen tempat anaknya dikarantina, lalu membawanya pulang.
"Di karantina sampai bulan September dan disini dibotakin lagi. Setelah 3 Minggu di karantina gak diberangkatkan juga kami mulai gelisah dan alhasil anak kami dijemput dari apartemen."
Setelah menjemput anaknya, Utema sempat menghubungi Aiptu Amori Bate'e untuk mempertanyakan uang sebesar Rp 600 juta yang sudah dibayar agar dikembalikan.
Namun ternyata nomor handphone Utema diblokir oleh Aiptu Amori.
Ia juga sempat mendatangi kediaman Aiptu Amori, namun personel Polisi itu menolak ditemui.
"Pas kami mau pulang, anaknya datang. Bilang bapak di rumah gak bisa diganggu, gak mau ketemu tamu."
Pinjam Uang Rp 300 Juta Gadaikan Rumah hingga Terlilit Utang
Usai diduga menjadi korban penipuan oknum Polisi bernama Aiptu Amori Bate'e, Utema yang sehari-harinya bekerja sebagai pedagang daging babi terlilit utang.
Sebab, uang sebesar Rp 350 juta untuk memasukkan anaknya menjadi Polisi diperoleh dengan cara meminjam uang kepada rentenir.
Untuk mendapatkan uang, mereka terpaksa menggadai surat rumah mereka.
Setelah itu, bunga yang harus dibayar sebulannya mencapai Rp 12 juta.
"Rp 350 juta uang bunga pinjam ke orang agunan surat tanah beserta bangunan. Artinya uang terus berbunga 12 juta perbulan karena meminjam dari bulan Maret."
Sudah Somasi 2 Kali Tak Digubris, Kapolda Sumut Diminta Prioritaskan Laporan Korban Polisi Jadi Calo Bintara
Herdin Lase, selaku kuasa hukum dan juga Managing Partners di Law Office Herdin Lase Associates, sekaligus Direktur LBH BKB Sumut menyatakan sebelum melaporkan Aiptu Amori Bate'e ke Bid Propam Polda Sumut sudah mengirim somasi sebanyak 2 kali.
Namun setiap somasi yang dilayangkan tak pernah direspon dengan baik.
Sehingga mereka pun melaporkan Aiptu Amori Bate'e ke Bid Propam Polda Sumut.
"Upaya hukum, kita sudah melayangkan somasi pertama, diberikan 7 hari. Somasi tidak direspon.
Somasi ke 2 ditembuskan ke Kapolri, Kapolda, dan lainnya juga tidak digubris,"kata Herdin Lase.
Herdin berharap Kapolda Sumut Irjen Whisnu Hermawan Februanto dan Kabid Propam, Dansat Brimob mengusut kasus ini.
Mereka masih memberikan kesempatan kepada Aiptu Amori mengembalikan kerugian kliennya.
Namun jika tidak dikembalikan, mereka akan melaporkan Aiptu Amori Bate'e secara pidana.
"Pelaku telah melakukan dugaan tindak pidana, karena melakukan bujuk rayunya, iming-iming memberikan uang sebesar Rp 600 juta. Harapan ke Kapolda agar kasus ini menjadi atensi. Tindakan pelaku mencoreng nama anggota Polri."
Terpisah Kasubbid Penmas Polda Sumut Kompol Siti Rohani Tampubolon mengatakan pihaknya sudah menerima laporan korban.
Yang pasti, Polisi akan menindaklanjuti setiap laporan masyarakat sesuai ketentuan yang berlaku.
"Laporan sudah diterima, tentunya akan diproses,"kata Kompol Siti Rohani Tampubolon, Kamis (22/5/2025).
Posting Komentar untuk "Cita-cita Anak Jadi Bintara Polri Pupus,Pedagang Daging Babi di Medan Diduga Tertipu Personel Brimob"